SEPEDA DAN SELADA AIR

 


SEPEDA dan SELADA AIR

Oleh Giokni

WTC Writer | Trainer | Coach


Seminggu satu atau dua kali saya jogging. Di tengah selasar jogging track yang bentuknya lingkaran, tak jarang saya melewati perempuan atau laki-laki petugas kebersihan dan kerapian taman. Ada yang menyerok genangan air sisa hujan semalam dan memasukkannya ke dalam lubang got. Ada yang dengan kedua tangannya memegang gunting besar memangkas daun-daun tanaman yang sudah mulai keluar dari pola bentuknya. Selain berjalan terengah-engah dengan masker menutup hidung-mulut-dagu, saya seringkali memperhatikan mereka atau bahkan serangga yang lewat di depan sepatu.


Hasil tangkapan visual tak jarang berkata-kata di dalam pikiran. Itu yang membuat perjalanan hampir 5 km menjadi tak terasa lama. Selain makhluk hidup bergerak yang ikut meramaikan waktu jalan solo saya, terlihat juga beberapa sepeda mini milik mereka terparkir. 


Kejadian kemarin pagi, setelah saya keluar dari jogging track, untuk kembali ke mobil, saya melewati trotoar depan rukan. Sebuah sepeda dengan cat yang agak pudar dan besi velg yang sudah berkarat. Merk-nya terbaca, Subaki. Yang membuat menarik adalah, ada kantong plastik bening dengan dua bonggol selada air di dalamnya. Jiwa ‘kepo’ saya mendorong mata ini untuk jelalatan berusaha menemukan adakah pemiliknya yang hadir di dekat situ. Tak ada siapa-siapa. 


Langkah kaki berlanjut, otak semakin banyak bercakap-cakap. Tak jauh dari tempatku ada banyak berseliweran sepeda-sepeda yang sepertinya mahal, tadi terbaca salah satunya bermerk Tyrell. Hahaha.. di sinilah saya kembali ‘ngepo-in’ dan googling dengan kata kunci “sepeda mahal”. Tadaa… ditemukanlah merek Bike Friday, Birdy, Tyrell, Hummingbird, Alex Moulton. Harganya berapa, sih? 40 jutaan hingga 100 jutaan lebih. 


Ingatanku melayang pada kasus suap dan korupsi kedua menteri kita. Menteri Kelautan dan Perikanan yang berbelanja sepeda merk S-Work seharga lebih dari 150 juta plus barang mewah belanjaan istri tercinta. 

Saya berimajinasi jika sepeda S-Work-belanjaan pelayan rakyat ini disandingkan dengan sepeda Subaki milik rakyat yang mencari nafkah sebagai petugas kebersihan taman. 


Lalu sekantong plastik selada air, saya membayangkan nikmatnya makan nasi hangat dengan lalapan daun selada ini plus sambal terasi. Bapak atau ibu petugas kebersihan taman, mungkin upahmu hanya UMR saja, Pak/Bu, tidak ada setengah gepok dari uang warna merah di negeri ini. Sedangkan ada uang berkoper-koper pecahan warna merah itu bahkan gepokan banknote dollar yang belum pernah dilihat olehmu hendak dipersembahkan untuk pelayan rakyat yang lain. Kok bisa? Katanya sih, karena ada sepuluh ribu rupiah (mungkin bisa dapat dua kantong selada air) yang disetor ke bapak mentri ini dari setiap kantong bantuan sosial karena pandemi ini. Katanya lagi, total ada 17 milyar, jumlah uang yang mungkin sulit dibayangkan dibelikan selada air untuk menemani sambal terasimu.


Bulan Desember ini kita disuguhi oleh polah tingkah penggede yang makan uang gede dari ketidaktahuan nelayan kecil dan dari situasi sulit pandemi. 


Sepeda Subaki yang velg-nya sudah karatan, sekantong selada air, dan pemiliknya yang sedang bekerja untuk sebuah tanggung jawab hidup. Terima kasih, sudah mengingatkan saya untuk tetap menjaga langkah di jalan yang benar.


Kemuliaan di tempat yang maha tinggi dan damai di bumi bagi orang yang berkenan kepadaNya.

Semoga kita semua menjaga perkenanan itu. 


Selamat Natal bagi sahabat Kristen/Katolik. 


Bagi yang tidak merayakan, mari rayakan hidup kita dan usahakan ada damai di setiap keputusan berpikir, merasa, berkata, dan bertindak kita.

Damai di bumi, damai di hati.


My Simple Thought, 

24 December 2020

giokni@elevasi.id

WA 0811881610

www.elevasi.id


Comments

Popular posts from this blog

MAYA ANGELOU

MELAKUKANNYA DARI DEKAT

MAU JADI APA KITA NANTI SETELAH INI? (MJAKNSI?)