WANI PIRO?



❤️💡My Simple Thought, 20 March 2019


“WANI PIRO?”

Tahun lalu saya hadir di coffee-exhibition dan ternyata ada stan penjual kursi-kursi baik untuk cafe maupun di rumah. Tertarik melihat-lihat dan tentu saja sambil melongok label harganya. Ternyata malam ini saya mendengar berita yang sama, tapi ini adalah KURSI VIRTUAL, karena nama kursinya adalah KURSI JABATAN. Disinyalir, inilah praktik yang terjadi di Kementrian AGAMA dari hasil OTT KPK pada Ketum PPP. Saya semakin terperangah bahwa kebijakan seperti ongkos menikah di KUA, ongkos naik Haji adalah kebijakan-kebijakan yang besarannya bisa jadi celah untuk dimainkan, saya tepok jidat. Artinya “kursi” di bidang itu kursi yang mahal karena menciptakan keleluasaan mengambil keuntungan di atas kepentingan rakyat atau yang sering digantikan istilahnya dengan kata umat. Sebenarnya bagi saya tidak berdampak secara langsung, karena saya tidak membayar ongkos menikah di KUA dan juga tidak naik haji, tapi mengapa saya concern/peduli? Saya warga Indonesia yang peduli pada kualitas sesama manusia (note: pejabat termasuk populasi manusia juga, khan? yang punya otak dan hati?) Indonesia.

Dari Prime Time News Metro TV, Prof. Mahfud MD pernah menangani kasus di Kemenag tentang promosi jabatan rektor universitas yang intinya melenceng dari praktik obyektivitas (fit & proper) karena yang diangkat ternyata bukan orang yang layak.
Inilah yang membuat saya mengingat apa yang pernah kami—tim OD (Organizational Development)—lakukan terhadap pengisian jabatan di perusahaan. Pembenahan dilakukan dari sejak penyusunan kompetensi-program pengembangan SDM, pengukuran kinerja, identifikasi dan pengembangan karyawan sehingga mereka siap dipromosi pada jabatan-jabatan lebih tinggi. Kami membuat program TALENT POOL bagi karyawan potensial, lengkap dengan PENUGASAN yang wajib dikerjakan sebagai salah satu bukti kelayakan kualitas untuk posisi di atasnya. 
Tahukah Anda… kepuasan kerja saya antara lain saat seseorang yang baru dipromosi setelah melewati program tersebut, dia menjabat tangan saya, tersenyum haru dan berkata, “Bu Giokni, saya senang sekali dengan program seperti ini sehingga membuat saya dan teman-teman punya kesempatan untuk menunjukkan kualitas kami, jadi bukan hanya orang yang kenal dekat dengan pejabat senior sajalah yang akan diberi jabatan. Makasih banyak, Bu sudah bikin program begini.”
Saya sering tidak bisa berkata-kata lagi, hanya haru, senang, dan puas karena sudah menemukan, memoles, dan mengantar seseorang yang berkualitas dan potensial kepada tanggung jawab yang lebih besar. Perasaan ini yang menjadi motivasi besar untuk saya terus melanjutkan praktik yang berlandaskan OBYEKTIVITAS, KEADILAN (fairness based). Idealisme yang tidak pernah saya sesali walaupun membawa saya pada keputusan menyudahi peran saya di perusahaan itu karena salah satu tatanan baik yang sudah dibangun dalam hal pengembangan SDM seakan dianggap tidak penting lagi.

Saya bersyukur telah merenungi mendalam dan memegang erat-erat prinsip ini, walaupun kadang membuat saya sering kezeeeelll dan gemaaazzz dengan praktik sebaliknya, yang menutup kesempatan orang BERKUALITAS hanya karena ada yang punya rupiah dan dollar banyak untuk menjawab keangkuhan label harga pada kursi yang bunyinya “WANI PIRO?” alias “Berani berapa?”
Note: Saya sudah membenci iklan TV yang memopulerkan istilah “Wani piro?” yang sering diplesetkan pada konteks nonbisnis, seperti “lelang jabatan” yang dibayar oleh materi.

Penulis,
Giokni
SWOT | Speaker Writer Observer Trainer
0811881610

https://giokni.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

MAYA ANGELOU

JIKA HABIS MASANYA

MELAKUKANNYA DARI DEKAT