PELANGGAN ITU ...

❤️💡My Simple Thought, 21 May 2018

Pelanggan itu…

Brand ini sering muncul di berbagai media saat pilgub Jakarta 2016 yang lalu, ya.. lululemon. Saya mampir di toko butiknya di Prahran-Melbrourne. Disambut oleh pria yang bernyanyi sambil bersolo gitar elektrik menjadi spesial dan pembeda dengan toko-toko lainnya. Berkeliling dan akhirnya sampai di barang yang dicari, mulailah melihat ukuran dari label dan tentunya harga.. ;-) barulah seorang yang berpakaian sporty, dandan tipis saja, rambut hanya diikat ekor kuda, namun antusias menghampiri, “Hi, how are you?” 
Saya jawab “Good, thank you.. can I fit these?” 
Tangkas dia menjawab “Sure… follow me (berjalan di depan ke arah ruang pas), what’s your name?” 
“Giokni” —sudah dengan arttikulasi sejelas-jelasnya tapi saya sudah sadar bahwa setiap kali saya harus mengeja hurufnya satu-satu, benar saja.. 
“Can you help me to spell the letters?” Sopan, ya… dia minta bantuan, bukannya ngomong “nama apaan sih, susah banget” 
Tentu saja saya sudah selalu menyiapkan diri “Yup.. ji ae o ke en ae.”
Rupanya ada maksudnya dia bertanya, diambilnya spidol dan ditulis di papan putih di pintu fitting room. Sering, khan, kita ditanya nama sama pelayan atau agent contact center tapi sepanjang percakapan tidak pernah nama kita disebut. Tet toootttt :-(
“Giokni, my name is Terry, just call me if you need some help,”
“Thank you, Terry”

Sippppp.. pas dan nyaman (oops.. promosi deh..). Keluar dari ruang pas saya sodorkan celana nomor X (tidak perlu diberitahu kepada para pembaca nomor celana saya, khan?) 
“I choose this size” (emosi bahagianya muncul karena ternyata size yang lebih kecil muat!! :-) ). 
“Good, Giokni, I have another color and motive, with the same type as you chose,” sambil jongkok (total, khan?) Terry menunjukkan ke rak agak di bawah.
“Hmmm… I prefer this one, coz I have three tops with these colors.” Padahal maksud Terry adalah cross-sell yaa… hihihi
“Will look around?” tanyanya
“That’s all, I am in a hurry, too, Ohh yea.. my daughter is a trainer at gym and she has privilege to get discount, can I use it?”, saya menjajagi kemungkinan baik, boleh dong.. cuma nanya dan konfirmasi :-))
“Ohh, yess.. for her, but not for you.. (smile), if she comes yes, she gets the discount.” Asertif ya.. tapi sopan, jadi berasa pas, saya dapat informasi dengan baik.
“Let’s go to the cashier, then”

“Hi… (dia sebut nama kasirnya), this is Giokni, Giokni thank you for shopping, have a good day”
Di depan si kasir saya beri komplimen Terry, “Terry.. thank you so much, excellent service,” kuacungkan jempol untuknya.

Itulah secuil pengalaman saya di retail off line (bukan on line) store. Jika begini, saya masih suka lho berbelanja di off line store. 
Tapi… di Jakarta ada sebuah toko ritel super besar yang sekarang saya amati sepiiiii sekali, saya beberapa kali mencoba masuk, keadaannya benar-benar senyap, namun masih ada cukup banyak pramuniaga. Dalam kondisi kehadiran pelanggan adalah momen langka, bukankah logika sederhananya adalah penyambutan hangat, ramah, dan antusias, bukan? 

Nah, jika saya dicuekin dan mereka asyik ngobrol, bahkan saat ditanya seperti hidup enggan mati tak mau.. 
Ritel Indonesia, apa kabar? 
  
giokniwati 
SWOT | Speaker Writer Observer Trainer
0811881610
giokniwati@yahoo.com




Comments

Popular posts from this blog

WANT TO KNOW

ANCORA IMPARO - I AM STILL LEARNING

URIP IKU URUP (HIDUP ITU MENYALA, BAWA HANGAT & CAHAYA)